Bareskrim Polri menetapkan empat orang sebagai terdakwa korupsi PLTU di Kalimantan Barat. Polisi segera mencegah mereka bepergian ke luar negeri agar proses hukum berjalan tanpa hambatan.
Irjen Cahyono Wibowo, Kepala Kortas Tipikor Bareskrim, menegaskan, “Kami mencegah terdakwa bepergian ke luar negeri segera setelah menetapkan status mereka.” Langkah ini memastikan keempatnya tetap berada di Indonesia hingga persidangan berlangsung.
Empat Terdakwa Utama Kasus PLTU
Keempat terdakwa terdiri dari:
-
Fahmi Mochtar (FM), Dirut PLN 2008–2009
-
Halim Kalla (HK), Presiden Direktur PT BRN dan adik Jusuf Kalla
-
RR, Dirut PT BRN
-
HYL, Direktur PT Praba Indopersada
Meskipun polisi belum menahan keempatnya, mereka sudah diblokir agar tidak bisa pergi ke luar negeri. Langkah ini menegaskan bahwa penyidikan berjalan sesuai rencana.
Kronologi Dugaan Korupsi Proyek PLTU
Kasus bermula saat PLN menggelar lelang ulang proyek PLTU 1 Kalbar kapasitas 2×50 MW pada 2008. Polisi menuduh FM memandu KSO PT BRN dan Alton agar lolos, meskipun perusahaan itu tidak memenuhi persyaratan teknis dan administrasi.
Pada 2009, PT Praba Indopersada mengambil alih sebagian pekerjaan. Polisi menuduh HYL menerima fee dari PT BRN. FM dan RR menandatangani kontrak senilai Rp 1,254 triliun pada Desember 2009, dengan target penyelesaian Februari 2012.
Selama kontrak, KSO BRN hanya menyelesaikan 57% pekerjaan. Setelah proyek berhenti pada 2016, PLN tetap membayar para terdakwa secara ilegal: Rp 323 miliar untuk konstruksi sipil dan USD 62,4 juta untuk pekerjaan mekanikal dan elektrikal.
Kerugian Negara Capai Rp 1,3 Triliun
BPK mencatat kerugian negara akibat proyek ini mencapai Rp 1,3 triliun. Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan dan integritas di proyek strategis PLN. Publik menuntut transparansi agar kasus serupa tidak terjadi lagi.
Pencegahan Perjalanan dan Proses Hukum
Bareskrim memblokir dokumen perjalanan terdakwa agar mereka tetap berada di Indonesia. Cahyono menegaskan, “Langkah pencegahan ini efektif, sehingga proses penyidikan dan persidangan tetap berjalan lancar.”
Polisi mengawasi seluruh bukti dan dokumen proyek dengan ketat, memastikan semua pihak tidak bisa menghalangi proses hukum.
Dampak Kasus terhadap PLN dan Publik
Kasus ini menekankan pentingnya profesionalisme dalam proyek energi besar. PLN harus meningkatkan pengawasan agar proyek strategis tidak merugikan negara.
Selain itu, publik mengharapkan penegakan hukum yang adil. Transparansi yang baik akan membangun kepercayaan masyarakat bahwa proyek pemerintah dijalankan secara bertanggung jawab.
Kesimpulan
Kasus terdakwa korupsi PLTU senilai Rp 1,3 triliun melibatkan empat orang, termasuk adik JK dan Dirut PLN. Bareskrim segera mencegah mereka bepergian ke luar negeri agar proses hukum berjalan lancar. Publik berharap penyidikan berlangsung transparan dan menjadi pelajaran bagi pengelolaan proyek pemerintah.