Caracas – Ketegangan di Karibia memuncak setelah Venezuela menuding Amerika Serikat (Venezuela tuding AS) menahan kapal nelayannya selama 8 jam di zona ekonomi eksklusif. Kapal kecil yang membawa 9 nelayan tuna itu diduduki 18 agen bersenjata dari kapal perang USS Jason Dunham pada Jumat (12/9/2025).
AS Dituding Memprovokasi
Menteri Luar Negeri Venezuela, Yvan Gil, menegaskan bahwa AS sengaja melakukan provokasi langsung dan tindakan itu ilegal. Menurutnya, patroli militer AS yang biasanya menindak kartel narkoba kini justru memicu ketegangan.
“Ini tindakan bermusuhan terhadap negara kami,” tegas Gil. Ia menambahkan bahwa AS menggunakan militer dalam konteks sipil secara tidak wajar, sehingga langkah ini berpotensi meningkatkan konflik.
Maduro Kerahkan Pasukan dan Milisi
Presiden Venezuela, Nicolás Maduro, menilai insiden ini sebagai ancaman militer terbesar dalam 100 tahun terakhir. Ia menempatkan pasukan di sepanjang pesisir Karibia dan perbatasan Kolombia.
Maduro juga menyerukan warga sipil untuk bergabung dengan milisi nasional. Pada Sabtu (13/9), sukarelawan tiba di markas militer Fuerte Tiuna di Caracas untuk mengikuti pelatihan senjata. Langkah ini menegaskan bahwa Venezuela siap mempertahankan kedaulatannya.
Reaksi Internasional
Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran di dunia internasional. Analis menilai ketegangan berpotensi menimbulkan konflik diplomatik serius antara AS dan Venezuela. Beberapa negara tetangga mendorong kedua pihak menyelesaikan sengketa melalui jalur diplomasi, bukan militer.
Venezuela menekankan bahwa penahanan kapal nelayan kecil adalah provokasi yang tidak dapat diterima, sementara AS mengklaim tindakan mereka bagian dari patroli keamanan regional. Perbedaan persepsi ini meningkatkan risiko konflik di Karibia.
Ancaman Berkepanjangan
Venezuela memobilisasi militer dan milisi sipil untuk menunjukkan kesiapan mempertahankan kedaulatan. Insiden kapal nelayan ini menjadi simbol ketegangan yang bisa memicu respons internasional lebih luas, terutama dari Washington.
Publik dan media global terus memantau perkembangan untuk melihat apakah konflik akan meningkat atau mereda melalui diplomasi.